Industri perbankan dihadapkan pada ancaman siber yang semakin kompleks dan canggih. Menurut laporan Cybersecurity Ventures, diperkirakan kerugian global akibat kejahatan siber akan mencapai $10,5 triliun per tahun pada 2025. Untuk menghadapi tantangan ini, banyak bank berencana meningkatkan anggaran IT mereka. Survei lanjutan juga dilakukan oleh Integris yang menunjukkan bahwa 88% bank berencana meningkatkan pengeluaran IT mereka setidaknya 10% pada tahun 2025, dengan 86% di antaranya memfokuskan peningkatan tersebut pada keamanan siber.
Untuk melindungi data sensitif dan aset digital mereka, bank-bank di seluruh dunia meningkatkan investasi dalam keamanan siber. Di Indonesia, misalnya, sektor perbankan mulai memperbesar alokasi belanja modal (capex) untuk teknologi informasi (IT) guna menghadapi potensi serangan siber yang semakin meningkat (Perbanas).
Artikel ini akan mengulas bagaimana bank mengalokasikan dana untuk keamanan siber, faktor yang memengaruhi investasi ini, dan bagaimana tren ini relevan dengan industri perbankan di Indonesia.
Tren Global Investasi Keamanan Siber di Perbankan
Menurut laporan Global Lead Accenture Security Paolo Dal Cin, ancaman keamanan siber lebih kompleks dan tidak dapat diprediksi dari sebelumnya dapat berdampak langsung pada stabilitas keuangan organisasi. Untuk mengatasi tantangan ini, bank-bank di seluruh dunia, termasuk di Indonesia, semakin meningkatkan investasi mereka dalam teknologi keamanan siber.
Beberapa alasan utama peningkatan investasi ini meliputi:
- Frekuensi dan kompleksitas serangan siber yang meningkat: Serangan seperti ransomware, phishing, dan DDoS terus menargetkan bank karena tingginya nilai data dan transaksi mereka.
- Regulasi yang semakin ketat: Di banyak negara, bank diwajibkan untuk mematuhi standar keamanan data seperti PCI DSS atau GDPR.
- Teknologi yang berkembang pesat: Penerapan teknologi seperti kecerdasan buatan (AI) dan blockchain membutuhkan solusi keamanan yang canggih.
Studi kasus: Bank Terbesar Dunia Diserang Hacker, Transaksi Pakai USB
Pada 9 November 2023, Industrial and Commercial Bank of China (ICBC), yang beroperasi di Amerika Serikat, menjadi korban serangan ransomware yang menargetkan cabang layanan keuangan mereka, ICBC Financial Services. Serangan ini menyebabkan gangguan pada beberapa sistem internal mereka.
Insiden tersebut menyoroti bahaya serangan siber yang suatu hari nanti bisa saja melumpuhkan bagian penting dari sistem keuangan dan memicu serangkaian gangguan.
“Ini adalah kejutan nyata bagi bank-bank besar di seluruh dunia,” kata Marcus Murray, pendiri perusahaan keamanan siber Swedia Truesec. “Peretasan ICBC akan membuat bank-bank besar di seluruh dunia berlomba-lomba untuk meningkatkan pertahanan [siber] mereka, mulai hari ini.”
Antisipasi yang dapat dilakukan adalah dengan memperkuat pertahanan siber, melakukan peningkatan pada sistem yang rentan, dan mempercepat transformasi digital yang lebih cerdas.
Kedepannya Bank perlu lebih aktif dalam mengatasi tantangan keamanan siber, memprioritaskan keselamatan operasional, dan melibatkan regulator serta ahli keamanan untuk menghadapi ancaman siber yang semakin berkembang.
Bagaimana Tren Ini Relevan untuk Bank di Indonesia?
Digitalisasi perbankan di Indonesia telah berkembang pesat dalam beberapa tahun terakhir, dengan peningkatan signifikan dalam penggunaan mobile banking dan layanan keuangan digital. Namun, seiring dengan perkembangan ini, ancaman siber juga semakin meningkat, mendorong bank-bank untuk meningkatkan investasi dalam keamanan siber.
Investasi Keamanan Siber oleh Bank di Indonesia
- Peningkatan Belanja TI: Bank-bank besar di Indonesia, seperti BRI telah meningkatkan alokasi anggaran untuk keamanan siber. Misalnya, BRI mengalokasikan anggaran yang signifikan untuk memperkuat sistem keamanan dan melakukan edukasi kepada nasabah mengenai risiko siber (media24.id)
- Fokus pada Edukasi dan Pencegahan: BRI telah meluncurkan program kesadaran keamanan siber untuk nasabah dan karyawan, termasuk pelatihan dan penyuluhan mengenai risiko siber dan cara melindungi data pribadi (media24.id)
- Adopsi Teknologi Baru: Bank-bank di Indonesia mulai mengadopsi teknologi seperti kecerdasan buatan (AI) dan machine learning untuk mendeteksi dan mencegah ancaman siber secara proaktif.
Langkah-langkah ini menunjukkan komitmen bank-bank di Indonesia dalam meningkatkan keamanan siber untuk melindungi data dan transaksi nasabah di era digital.
Tantangan dalam Meningkatkan Investasi Keamanan Siber
Meskipun investasi dalam keamanan siber meningkat, ada beberapa tantangan yang dihadapi bank, termasuk:
- Biaya Tinggi: Pengadaan teknologi keamanan canggih seperti endpoint protection atau SIEM membutuhkan anggaran besar.
- Kurangnya Tenaga Ahli: Indonesia masih kekurangan tenaga profesional di bidang keamanan siber.
- Kompleksitas Infrastruktur TI: Banyak bank menggunakan sistem lama (legacy systems) yang sulit diintegrasikan dengan teknologi keamanan baru.
Di era digital, keamanan siber adalah kebutuhan utama bagi bank yang mengelola data nasabah. Secara global, industri perbankan menginvestasikan miliaran dolar setiap tahun, dan tren ini mulai terlihat di Indonesia. Dengan meningkatnya ancaman siber dan regulasi ketat seperti UU PDP, bank harus melihat keamanan siber sebagai investasi strategis, bukan sekadar biaya operasional.
Siap lindungi aset digital bank Anda? Pelajari lebih lanjut tentang solusi keamanan siber terkini dan bagaimana teknologi seperti AI dapat membantu memperkuat sistem Anda. Hubungi kami di BINAR untuk mendapatkan pelatihan dan teknologi terbaik dalam keamanan siber!
Industri perbankan dihadapkan pada ancaman siber yang semakin kompleks dan canggih. Menurut laporan Cybersecurity Ventures, diperkirakan kerugian global akibat kejahatan siber akan mencapai $10,5 triliun per tahun pada 2025. Untuk menghadapi tantangan ini, banyak bank berencana meningkatkan anggaran IT mereka. Survei lanjutan juga dilakukan oleh Integris yang menunjukkan bahwa 88% bank berencana meningkatkan pengeluaran IT mereka setidaknya 10% pada tahun 2025, dengan 86% di antaranya memfokuskan peningkatan tersebut pada keamanan siber.
Untuk melindungi data sensitif dan aset digital mereka, bank-bank di seluruh dunia meningkatkan investasi dalam keamanan siber. Di Indonesia, misalnya, sektor perbankan mulai memperbesar alokasi belanja modal (capex) untuk teknologi informasi (IT) guna menghadapi potensi serangan siber yang semakin meningkat (Perbanas).
Artikel ini akan mengulas bagaimana bank mengalokasikan dana untuk keamanan siber, faktor yang memengaruhi investasi ini, dan bagaimana tren ini relevan dengan industri perbankan di Indonesia.
Tren Global Investasi Keamanan Siber di Perbankan
Menurut laporan Global Lead Accenture Security Paolo Dal Cin, ancaman keamanan siber lebih kompleks dan tidak dapat diprediksi dari sebelumnya dapat berdampak langsung pada stabilitas keuangan organisasi. Untuk mengatasi tantangan ini, bank-bank di seluruh dunia, termasuk di Indonesia, semakin meningkatkan investasi mereka dalam teknologi keamanan siber.
Beberapa alasan utama peningkatan investasi ini meliputi:
- Frekuensi dan kompleksitas serangan siber yang meningkat: Serangan seperti ransomware, phishing, dan DDoS terus menargetkan bank karena tingginya nilai data dan transaksi mereka.
- Regulasi yang semakin ketat: Di banyak negara, bank diwajibkan untuk mematuhi standar keamanan data seperti PCI DSS atau GDPR.
- Teknologi yang berkembang pesat: Penerapan teknologi seperti kecerdasan buatan (AI) dan blockchain membutuhkan solusi keamanan yang canggih.
Studi kasus: Bank Terbesar Dunia Diserang Hacker, Transaksi Pakai USB
Pada 9 November 2023, Industrial and Commercial Bank of China (ICBC), yang beroperasi di Amerika Serikat, menjadi korban serangan ransomware yang menargetkan cabang layanan keuangan mereka, ICBC Financial Services. Serangan ini menyebabkan gangguan pada beberapa sistem internal mereka.
Insiden tersebut menyoroti bahaya serangan siber yang suatu hari nanti bisa saja melumpuhkan bagian penting dari sistem keuangan dan memicu serangkaian gangguan.
“Ini adalah kejutan nyata bagi bank-bank besar di seluruh dunia,” kata Marcus Murray, pendiri perusahaan keamanan siber Swedia Truesec. “Peretasan ICBC akan membuat bank-bank besar di seluruh dunia berlomba-lomba untuk meningkatkan pertahanan [siber] mereka, mulai hari ini.”
Antisipasi yang dapat dilakukan adalah dengan memperkuat pertahanan siber, melakukan peningkatan pada sistem yang rentan, dan mempercepat transformasi digital yang lebih cerdas.
Kedepannya Bank perlu lebih aktif dalam mengatasi tantangan keamanan siber, memprioritaskan keselamatan operasional, dan melibatkan regulator serta ahli keamanan untuk menghadapi ancaman siber yang semakin berkembang.
Bagaimana Tren Ini Relevan untuk Bank di Indonesia?
Digitalisasi perbankan di Indonesia telah berkembang pesat dalam beberapa tahun terakhir, dengan peningkatan signifikan dalam penggunaan mobile banking dan layanan keuangan digital. Namun, seiring dengan perkembangan ini, ancaman siber juga semakin meningkat, mendorong bank-bank untuk meningkatkan investasi dalam keamanan siber.
Investasi Keamanan Siber oleh Bank di Indonesia
- Peningkatan Belanja TI: Bank-bank besar di Indonesia, seperti BRI telah meningkatkan alokasi anggaran untuk keamanan siber. Misalnya, BRI mengalokasikan anggaran yang signifikan untuk memperkuat sistem keamanan dan melakukan edukasi kepada nasabah mengenai risiko siber (media24.id)
- Fokus pada Edukasi dan Pencegahan: BRI telah meluncurkan program kesadaran keamanan siber untuk nasabah dan karyawan, termasuk pelatihan dan penyuluhan mengenai risiko siber dan cara melindungi data pribadi (media24.id)
- Adopsi Teknologi Baru: Bank-bank di Indonesia mulai mengadopsi teknologi seperti kecerdasan buatan (AI) dan machine learning untuk mendeteksi dan mencegah ancaman siber secara proaktif.
Langkah-langkah ini menunjukkan komitmen bank-bank di Indonesia dalam meningkatkan keamanan siber untuk melindungi data dan transaksi nasabah di era digital.
Tantangan dalam Meningkatkan Investasi Keamanan Siber
Meskipun investasi dalam keamanan siber meningkat, ada beberapa tantangan yang dihadapi bank, termasuk:
- Biaya Tinggi: Pengadaan teknologi keamanan canggih seperti endpoint protection atau SIEM membutuhkan anggaran besar.
- Kurangnya Tenaga Ahli: Indonesia masih kekurangan tenaga profesional di bidang keamanan siber.
- Kompleksitas Infrastruktur TI: Banyak bank menggunakan sistem lama (legacy systems) yang sulit diintegrasikan dengan teknologi keamanan baru.
Di era digital, keamanan siber adalah kebutuhan utama bagi bank yang mengelola data nasabah. Secara global, industri perbankan menginvestasikan miliaran dolar setiap tahun, dan tren ini mulai terlihat di Indonesia. Dengan meningkatnya ancaman siber dan regulasi ketat seperti UU PDP, bank harus melihat keamanan siber sebagai investasi strategis, bukan sekadar biaya operasional.
Siap lindungi aset digital bank Anda? Pelajari lebih lanjut tentang solusi keamanan siber terkini dan bagaimana teknologi seperti AI dapat membantu memperkuat sistem Anda. Hubungi kami di BINAR untuk mendapatkan pelatihan dan teknologi terbaik dalam keamanan siber!