Dalam beberapa bulan terakhir, kita melihat bagaimana tren #KaburAjaDulu menjadi viral di media sosial. Tagar ini mencerminkan keinginan banyak anak muda Indonesia untuk mencari peluang yang lebih baik di luar negeri. Mulai dari faktor ekonomi, peluang karier, hingga kesejahteraan kerja, fenomena ini memperlihatkan sisi lain dari daya saing tenaga kerja Indonesia di tengah ketidakpastian global.

Menurut data Drone Emprit, tagar #KaburAjaDulu sebetulnya mulai beredar di platform X maupun berbagai media berita online sejak September 2023. Trennya terus naik pada pertengahan 2024 dan memuncak pada awal 2025. Tagar ini terlacak diunggah oleh akun @amouraXexa pada 8 Januari 2025 dan viral pada 14 Januari 2025.

Dari sisi umur, profil demografis pengguna berusia antara 19-29 tahun yang meramaikan tagar #KaburAjaDulu sebesar 50,81%. Sementara itu, pengguna berusia kurang dari 18 tahun sebanyak 38,10%. Dari segi gender, separuh lebih #KaburAjaDulu disampaikan oleh laki -laki.
Menyusul data diatas, dikonfirmasi oleh Data dari Direktorat Jenderal Imigrasi periode 2019-2022 menunjukkan sebanyak 3.912 warga negara Indonesia (WNI) pindah kewarganegaraan menjadi warga negara Singapura. Sekitar 1.000 mahasiswa Indonesia berusia 25–35 tahun memutuskan menjadi warga negara Singapura setiap tahunnya.
Apakah #KaburAjaDulu sekadar tren media sosial, atau ini adalah tanda peringatan bagi Indonesia tentang ancaman brain drain?
Mengapa Banyak Talenta Indonesia Memilih Pergi?
Menurut laporan World Bank (2025), tingkat pengangguran kaum muda Indonesia mencapai 14,39%, menunjukkan ketidakseimbangan antara jumlah tenaga kerja yang tersedia dan lapangan pekerjaan yang tersedia. Hal ini diperparah dengan beberapa faktor berikut:
- Gaji dan kesejahteraan kerja yang tidak kompetitif
Banyak pekerja muda merasa bahwa gaji yang mereka terima tidak sepadan dengan jam kerja dan tingkat stres yang mereka alami. Bandingkan dengan tawaran di luar negeri yang menawarkan gaji dollar, jam kerja lebih fleksibel, dan lingkungan kerja yang lebih suportif. - Kurangnya kesempatan pengembangan karier
Banyak pekerja Indonesia merasa karier mereka stagnan di dalam negeri. Perusahaan di luar negeri sering menawarkan program peningkatan keterampilan, akses ke mentor global, dan kesempatan promosi lebih cepat. - Work-life balance yang masih jadi tantangan
WHO (2022) melaporkan bahwa tingkat stres kerja di Asia Tenggara meningkat 40% dalam satu dekade terakhir. Budaya kerja yang terlalu menuntut tanpa kompensasi yang setimpal mendorong banyak profesional muda untuk mempertimbangkan alternatif di luar negeri. - Stigma kerja remote yang masih berkembang
Sementara banyak perusahaan global sudah membuka akses untuk pekerja remote dengan standar internasional, beberapa perusahaan lokal masih skeptis terhadap konsep ini, sehingga banyak profesional memilih untuk bekerja dari luar negeri untuk mendapatkan fleksibilitas yang mereka cari.
Dampak Brain Drain bagi Indonesia
Fenomena brain drain bukan hal baru. Negara-negara berkembang seperti India dan Brasil juga menghadapi tantangan serupa. Namun, tanpa strategi yang tepat, Indonesia berisiko kehilangan talenta terbaiknya yang lebih memilih berkontribusi di negara lain. Beberapa dampak yang mungkin terjadi akibat tren ini:
- Kehilangan tenaga ahli berkualitas
Ketika talenta terbaik pergi ke luar negeri, sektor industri di Indonesia kehilangan sumber daya manusia yang berpotensi meningkatkan daya saing nasional. - Lambatnya pertumbuhan ekonomi berbasis inovasi
Indonesia memiliki banyak startup berbasis teknologi, tetapi tanpa ekosistem yang menarik bagi talenta lokal, inovasi dan investasi dalam negeri bisa melambat. - Tertinggal dalam kompetisi global
Jika tenaga kerja terbaik Indonesia lebih memilih membangun karier di luar negeri, maka daya saing Indonesia dalam industri berbasis teknologi dan digital bisa semakin terpinggirkan.
Apakah Ada Solusi?
Seiring dengan meningkatnya tren kerja remote dan ekspansi perusahaan global, BINAR hadir sebagai jembatan bagi talenta teknologi Indonesia agar tetap bisa bekerja dengan standar internasional tanpa harus meninggalkan tanah air. Melalui Tech Talent Solution, BINAR menghubungkan talenta terbaik dengan perusahaan luar negeri, baik secara remote maupun on-site. Ini membuka peluang bagi profesional Indonesia untuk mendapatkan gaji kompetitif, lingkungan kerja yang suportif, dan fleksibilitas kerja global tanpa kehilangan akar budaya dan kedekatan dengan keluarga.
Daripada melihat brain drain sebagai ancaman, Indonesia dapat mengubah tantangan ini menjadi peluang. Beberapa langkah yang bisa dilakukan:
✅ Meningkatkan kesejahteraan tenaga kerja
Perusahaan harus mulai menyesuaikan skema kompensasi dan benefit agar lebih kompetitif dibandingkan perusahaan global.
✅ Memperkuat ekosistem kerja remote
Dengan berkembangnya teknologi, Indonesia bisa menjadi pusat talent hub bagi perusahaan global tanpa harus kehilangan talenta terbaiknya ke luar negeri.
✅ Mendorong kebijakan untuk menarik diaspora kembali ke tanah air
Negara-negara seperti Korea Selatan dan Tiongkok telah berhasil menerapkan program brain circulation, di mana profesional yang telah bekerja di luar negeri diberikan insentif untuk kembali dan membangun industri dalam negeri.
✅ Menyediakan lebih banyak kesempatan berkembang
Memberikan akses pelatihan, mentorship, dan mobilitas karier bagi tenaga kerja di Indonesia agar mereka tidak merasa stagnan dan lebih termotivasi untuk tetap berkarier di dalam negeri.
Stay or Go?
Meninggalkan Indonesia bukan berarti tidak cinta tanah air. Namun, jika semakin banyak anak muda merasa tidak memiliki pilihan selain #KaburAjaDulu, maka ini menjadi refleksi bahwa ada yang perlu diperbaiki dalam ekosistem kerja kita.
Solusinya? Bukan sekadar meminta mereka bertahan, tetapi menciptakan kondisi yang membuat mereka ingin bertahan. Karena pada akhirnya, keputusan untuk tetap tinggal atau pergi harus didasarkan pada satu hal: di mana mereka merasa bisa berkembang dan dihargai.
Bagaimana menurut kalian? Apakah #KaburAjaDulu benar-benar solusi terbaik, atau ada cara lain agar Indonesia tetap menjadi rumah bagi talenta terbaiknya?
Dalam beberapa bulan terakhir, kita melihat bagaimana tren #KaburAjaDulu menjadi viral di media sosial. Tagar ini mencerminkan keinginan banyak anak muda Indonesia untuk mencari peluang yang lebih baik di luar negeri. Mulai dari faktor ekonomi, peluang karier, hingga kesejahteraan kerja, fenomena ini memperlihatkan sisi lain dari daya saing tenaga kerja Indonesia di tengah ketidakpastian global.

Menurut data Drone Emprit, tagar #KaburAjaDulu sebetulnya mulai beredar di platform X maupun berbagai media berita online sejak September 2023. Trennya terus naik pada pertengahan 2024 dan memuncak pada awal 2025. Tagar ini terlacak diunggah oleh akun @amouraXexa pada 8 Januari 2025 dan viral pada 14 Januari 2025.

Dari sisi umur, profil demografis pengguna berusia antara 19-29 tahun yang meramaikan tagar #KaburAjaDulu sebesar 50,81%. Sementara itu, pengguna berusia kurang dari 18 tahun sebanyak 38,10%. Dari segi gender, separuh lebih #KaburAjaDulu disampaikan oleh laki -laki.
Menyusul data diatas, dikonfirmasi oleh Data dari Direktorat Jenderal Imigrasi periode 2019-2022 menunjukkan sebanyak 3.912 warga negara Indonesia (WNI) pindah kewarganegaraan menjadi warga negara Singapura. Sekitar 1.000 mahasiswa Indonesia berusia 25–35 tahun memutuskan menjadi warga negara Singapura setiap tahunnya.
Apakah #KaburAjaDulu sekadar tren media sosial, atau ini adalah tanda peringatan bagi Indonesia tentang ancaman brain drain?
Mengapa Banyak Talenta Indonesia Memilih Pergi?
Menurut laporan World Bank (2025), tingkat pengangguran kaum muda Indonesia mencapai 14,39%, menunjukkan ketidakseimbangan antara jumlah tenaga kerja yang tersedia dan lapangan pekerjaan yang tersedia. Hal ini diperparah dengan beberapa faktor berikut:
- Gaji dan kesejahteraan kerja yang tidak kompetitif
Banyak pekerja muda merasa bahwa gaji yang mereka terima tidak sepadan dengan jam kerja dan tingkat stres yang mereka alami. Bandingkan dengan tawaran di luar negeri yang menawarkan gaji dollar, jam kerja lebih fleksibel, dan lingkungan kerja yang lebih suportif. - Kurangnya kesempatan pengembangan karier
Banyak pekerja Indonesia merasa karier mereka stagnan di dalam negeri. Perusahaan di luar negeri sering menawarkan program peningkatan keterampilan, akses ke mentor global, dan kesempatan promosi lebih cepat. - Work-life balance yang masih jadi tantangan
WHO (2022) melaporkan bahwa tingkat stres kerja di Asia Tenggara meningkat 40% dalam satu dekade terakhir. Budaya kerja yang terlalu menuntut tanpa kompensasi yang setimpal mendorong banyak profesional muda untuk mempertimbangkan alternatif di luar negeri. - Stigma kerja remote yang masih berkembang
Sementara banyak perusahaan global sudah membuka akses untuk pekerja remote dengan standar internasional, beberapa perusahaan lokal masih skeptis terhadap konsep ini, sehingga banyak profesional memilih untuk bekerja dari luar negeri untuk mendapatkan fleksibilitas yang mereka cari.
Dampak Brain Drain bagi Indonesia
Fenomena brain drain bukan hal baru. Negara-negara berkembang seperti India dan Brasil juga menghadapi tantangan serupa. Namun, tanpa strategi yang tepat, Indonesia berisiko kehilangan talenta terbaiknya yang lebih memilih berkontribusi di negara lain. Beberapa dampak yang mungkin terjadi akibat tren ini:
- Kehilangan tenaga ahli berkualitas
Ketika talenta terbaik pergi ke luar negeri, sektor industri di Indonesia kehilangan sumber daya manusia yang berpotensi meningkatkan daya saing nasional. - Lambatnya pertumbuhan ekonomi berbasis inovasi
Indonesia memiliki banyak startup berbasis teknologi, tetapi tanpa ekosistem yang menarik bagi talenta lokal, inovasi dan investasi dalam negeri bisa melambat. - Tertinggal dalam kompetisi global
Jika tenaga kerja terbaik Indonesia lebih memilih membangun karier di luar negeri, maka daya saing Indonesia dalam industri berbasis teknologi dan digital bisa semakin terpinggirkan.
Apakah Ada Solusi?
Seiring dengan meningkatnya tren kerja remote dan ekspansi perusahaan global, BINAR hadir sebagai jembatan bagi talenta teknologi Indonesia agar tetap bisa bekerja dengan standar internasional tanpa harus meninggalkan tanah air. Melalui Tech Talent Solution, BINAR menghubungkan talenta terbaik dengan perusahaan luar negeri, baik secara remote maupun on-site. Ini membuka peluang bagi profesional Indonesia untuk mendapatkan gaji kompetitif, lingkungan kerja yang suportif, dan fleksibilitas kerja global tanpa kehilangan akar budaya dan kedekatan dengan keluarga.
Daripada melihat brain drain sebagai ancaman, Indonesia dapat mengubah tantangan ini menjadi peluang. Beberapa langkah yang bisa dilakukan:
✅ Meningkatkan kesejahteraan tenaga kerja
Perusahaan harus mulai menyesuaikan skema kompensasi dan benefit agar lebih kompetitif dibandingkan perusahaan global.
✅ Memperkuat ekosistem kerja remote
Dengan berkembangnya teknologi, Indonesia bisa menjadi pusat talent hub bagi perusahaan global tanpa harus kehilangan talenta terbaiknya ke luar negeri.
✅ Mendorong kebijakan untuk menarik diaspora kembali ke tanah air
Negara-negara seperti Korea Selatan dan Tiongkok telah berhasil menerapkan program brain circulation, di mana profesional yang telah bekerja di luar negeri diberikan insentif untuk kembali dan membangun industri dalam negeri.
✅ Menyediakan lebih banyak kesempatan berkembang
Memberikan akses pelatihan, mentorship, dan mobilitas karier bagi tenaga kerja di Indonesia agar mereka tidak merasa stagnan dan lebih termotivasi untuk tetap berkarier di dalam negeri.
Stay or Go?
Meninggalkan Indonesia bukan berarti tidak cinta tanah air. Namun, jika semakin banyak anak muda merasa tidak memiliki pilihan selain #KaburAjaDulu, maka ini menjadi refleksi bahwa ada yang perlu diperbaiki dalam ekosistem kerja kita.
Solusinya? Bukan sekadar meminta mereka bertahan, tetapi menciptakan kondisi yang membuat mereka ingin bertahan. Karena pada akhirnya, keputusan untuk tetap tinggal atau pergi harus didasarkan pada satu hal: di mana mereka merasa bisa berkembang dan dihargai.
Bagaimana menurut kalian? Apakah #KaburAjaDulu benar-benar solusi terbaik, atau ada cara lain agar Indonesia tetap menjadi rumah bagi talenta terbaiknya?