Digital Insights • General
Scroll to Read More

Penyebab Awal Startup Bubble Burst Hingga Dampaknya dan Insight untuk Karyawan Startup

Table of Content :

Startup Bubble Burst jadi isu terkini di kalangan para pekerja startup sejak isu PHK besar-besaran terjadi di beberapa startup global dan startup Indonesia. Menurut data dari Layoff Form yang dibuat oleh Ecommurz dan Designrant, terdapat lebih dari 1.000 karyawan dengan rentang pengalaman 1-8 tahun terkena imbas dari fenomena Bubble Burst di Indonesia. Artikel ini akan menceritakan awal mula penyebab Startup Bubble Burst hingga dampak nya terlebih di Indonesia, dan hal-hal yang bisa kita pelajari sebagai karyawan startup untuk mengantisipasi kejadian serupa di masa mendatang.

Runtut Penyebab Startup Bubble Burst

Fenomena Startup Bubble Burst diawali dengan kondisi Pandemi tahun 2020-2021 yang membuat peredaran uang secara global menurun. Federal Reserve (FED) mengatasi hal ini dengan membeli obligasi sebesar $13 Triliun dari bank komersial, agar bank memiliki simpanan cash atau uang yang bersifat liquid lebih banyak. Namun ternyata kebijakan ini justru mengakibatkan jumlah uang beredar meningkat drastis hingga terjadilah inflasi yang mencapai 8,3% hingga April 2022. Nah karena inflasi terlanjur terjadi, langkah selanjutnya yang dilakukan oleh FED adalah menaikan suku bunga sebesar 0,50%. Peningkatan sebesar setengah persen ini adalah peningkatan suku bunga terbanyak selama 22 tahun terakhir. 

Seiring dengan meningkatnya suku bunga, venture capital (VC) mulai “berhemat” untuk menyuntikan dana ke startup. Hal ini dikarenakan dana yang tersedia untuk venture capital mulai terbatas karena VC lebih mencari tempat yang aman atau menguntungkan untuk berinvestasi. Sehingga peluang untuk startup mendapatkan pendanaan akan lebih sulit. Pun bagi startup yang sudah mendapat suntikan dana selama ini, juga akan mengurangi bakar duit nya dengan perlahan-lahan mengurangi diskon dan promo. Pada akhirnya situasi ini berdampak pada startup yang hanya hidup dari sokongan dana venture capital, alias belum sepenuhnya profit.

Di sinilah Startup Bubble Burst terjadi, dimana venture capital mulai mundur perlahan untuk menyuntikan dana bagi startup yang pertumbuhan valuasinya negatif. Istilah ini diambil dari pengertian Bubble Burst yaitu momen tiap kali harga barang naik (menggelembung), jauh di atas nilai riil barang tersebut. Gelembung ini akan pecah (burst) ketika tidak ada lagi orang yang mampu membayar harga di atas gelembung tersebut karena menyadari bahwa nilai riilnya tidak sebanding dengan harga yang mereka bayarkan.

Startup Bubble Burst terjadi ketika tidak ada lagi venture capital yang mampu “menafkahi” startup karena mengetahui profit yang dihasilkan atau nilai riilnya yang negatif. Sehingga startup yang selama ini bergantung dari dana venture capital, atau startup yang belum mampu mengembalikan investasi yang diberikan VC, terpaksa membuat keputusan yang sulit. Salah satunya adalah perampingan karyawan atau layoff.

Singkatnya, kamu bisa memahami alur terjadinya fenomena layoff masal startup dengan rangkaian kejadian di bawah ini 

  1. Pandemi membuat peredaran uang menurun
  2. FED menurunkan suku bunga agar orang tertarik bertransaksi dan berinvestasi. FED juga membeli obligasi dari bank komersil agar bank punya simpanan cash yang sifatnya liquid lebih banyak.
  3. Setelah FED menurunkan suku bunga dan membeli obligasi, JUB (Jumlah Uang Beredar) meningkat drastis yg membuat supply < demand dan terjadilah inflasi
  4. FED meningkatkan suku bunga 0,50% untuk mengatasi inflasi ini
  5. Karena suku bunga naik, Venture Capital (VC) jadi lebih berhemat menyuntikan dana ke startup. VC lebih mencari tempat yang aman atau menguntungkan untuk berinvestasi.
  6. Disinilah startup burst terjadi, dimana tidak ada lagi VC yang mau memberi pendanaan karena valuasi riil startup ternyata negatif.
  7. Sehingga berimbaslah ke startup yang masih disokong oleh VC, seperti merampingkan operasional (PHK & Hiring Freeze), memotong budget marketing, dan lainnya.

Apakah fenomena bubble burst pernah terjadi sebelumnya? 

Tentu saja pernah, sejarah telah mencatat beberapa bubble burst terbesar diantaranya

  1. Tulip Mania (1636-1637)
  2. The South Sea Bubble (1711-1720)
  3. The Mississippi Bubble (1719-1720)
  4. Japanese "Bubble Economy" (1984-1989)
  5. Dot Com Bubble (1997-2000)
  6. US Housing Bubble (2000-2008)

Jadi, Apa Yang Bisa Kita Pelajari Dari Fenomena Ini?

Startup yang telah mendapat sejumlah pendanaan dan punya nama yang terkenal, belum tentu menjanjikan bagi karyawannya selama belum mampu menghidupi bisnisnya secara mandiri. Menurut Marcelina Adinda, Head of Academy R&D Binar Academy, bisa dikatakan bahwa perusahaan yang bertumbuh secara bootstrapping atau setidaknya pernah melalui masa bootstrapping dalam mendapatkan keuntungan, adalah perusahaan yang cukup menjanjikan. Karena hal tersebut membuktikan bahwa, tanpa sokongan investor pun, bisnis nya telah terbukti profit dan telah menemukan market fit. Jadi paling tidak perusahaan ini sudah punya visi misi yang jelas dari bisnis model yang dijalankan. Ketika mereka mendapatkan funding, dana tersebut tidak lagi digunakan untuk bakar uang atau bereksperimen, melainkan meningkatkan skala bisnis.

Agar kamu bisa mengidentifikasi perusahaan yang ideal ketika mencari pekerjaan, Marcelina Adinda yang juga pernah berpengalaman sebagai Human Capital Manager, membagikan 3 poin background checking yang wajib dilakukan karyawan ketika mencari pekerjaan supaya kita lebih kritis dalam menilai startup yang sudah well-known.

  1. Visi misi perusahaan: apakah permasalahan yang ingin diselesaikan oleh perusahaan ini selaras dengan value pribadi kita? Pertanyaan ini penting untuk direfleksikan, karena seluruh pekerjaan kita akan selalu diarahkan untuk solving permasalahan tersebut. Kalau visi misi perusahaan itu tidak selini dengan apa yang kita inginkan atau percayai, kita tidak punya believe pada produknya, bisa-bisa performa kerja kita tidak akan maksimal karena kita enggan untuk melakukan yang terbaik. Ujung-ujungnya kita bisa terdampak PHK.
  2. Bisnis model: apakah model bisnisnya menjanjikan atau ada potensi akan bisa market fit? Karena yang namanya startup, mayoritas model bisnisnya masih berubah-ubah apalagi jika masih tahap awal. Tidak apa-apa kalau model bisnisnya belum proven, pastikan bahwa manajemen nya berusaha mengarahkan pada model bisnis yang market fit.
  3. Founder & Investor: Siapa founder dan co foundernya, apakah mereka punya believe dan value yang benar-benar selini dengan visi misi perusahaannya? Lalu jika mereka punya investor, apakah investornya memiliki value yang serupa dengan visi misi perusahaan? Jika relasi dan cara pandang antara investor dan founder mengarah pada north star yang sama, maka proses diskusi dalam menentukan target, menetapkan strategi bisnis, dan seluruh dinamika kedepannya akan terhindar dari tekanan atau bentrokan kepentingan yang berbeda. Kamu bisa memastikan poin ini dengan melihat portofolio investornya, apakah investor ini pernah mendukung industri yang serupa dengan perusahaan yang ingin kamu lamar.

Bagaimana menurutmu? Apakah artikel ini membantumu menemukan penyebab awal terjadinya Startup Bubble Burst dan memberikan insight dalam mencari perusahaan yang ideal? Bagikan opinimu di media sosial dengan mencatumkan link artikel ini sebagai bahan diskusi.

Startup Bubble Burst jadi isu terkini di kalangan para pekerja startup sejak isu PHK besar-besaran terjadi di beberapa startup global dan startup Indonesia. Menurut data dari Layoff Form yang dibuat oleh Ecommurz dan Designrant, terdapat lebih dari 1.000 karyawan dengan rentang pengalaman 1-8 tahun terkena imbas dari fenomena Bubble Burst di Indonesia. Artikel ini akan menceritakan awal mula penyebab Startup Bubble Burst hingga dampak nya terlebih di Indonesia, dan hal-hal yang bisa kita pelajari sebagai karyawan startup untuk mengantisipasi kejadian serupa di masa mendatang.

Runtut Penyebab Startup Bubble Burst

Fenomena Startup Bubble Burst diawali dengan kondisi Pandemi tahun 2020-2021 yang membuat peredaran uang secara global menurun. Federal Reserve (FED) mengatasi hal ini dengan membeli obligasi sebesar $13 Triliun dari bank komersial, agar bank memiliki simpanan cash atau uang yang bersifat liquid lebih banyak. Namun ternyata kebijakan ini justru mengakibatkan jumlah uang beredar meningkat drastis hingga terjadilah inflasi yang mencapai 8,3% hingga April 2022. Nah karena inflasi terlanjur terjadi, langkah selanjutnya yang dilakukan oleh FED adalah menaikan suku bunga sebesar 0,50%. Peningkatan sebesar setengah persen ini adalah peningkatan suku bunga terbanyak selama 22 tahun terakhir. 

Seiring dengan meningkatnya suku bunga, venture capital (VC) mulai “berhemat” untuk menyuntikan dana ke startup. Hal ini dikarenakan dana yang tersedia untuk venture capital mulai terbatas karena VC lebih mencari tempat yang aman atau menguntungkan untuk berinvestasi. Sehingga peluang untuk startup mendapatkan pendanaan akan lebih sulit. Pun bagi startup yang sudah mendapat suntikan dana selama ini, juga akan mengurangi bakar duit nya dengan perlahan-lahan mengurangi diskon dan promo. Pada akhirnya situasi ini berdampak pada startup yang hanya hidup dari sokongan dana venture capital, alias belum sepenuhnya profit.

Di sinilah Startup Bubble Burst terjadi, dimana venture capital mulai mundur perlahan untuk menyuntikan dana bagi startup yang pertumbuhan valuasinya negatif. Istilah ini diambil dari pengertian Bubble Burst yaitu momen tiap kali harga barang naik (menggelembung), jauh di atas nilai riil barang tersebut. Gelembung ini akan pecah (burst) ketika tidak ada lagi orang yang mampu membayar harga di atas gelembung tersebut karena menyadari bahwa nilai riilnya tidak sebanding dengan harga yang mereka bayarkan.

Startup Bubble Burst terjadi ketika tidak ada lagi venture capital yang mampu “menafkahi” startup karena mengetahui profit yang dihasilkan atau nilai riilnya yang negatif. Sehingga startup yang selama ini bergantung dari dana venture capital, atau startup yang belum mampu mengembalikan investasi yang diberikan VC, terpaksa membuat keputusan yang sulit. Salah satunya adalah perampingan karyawan atau layoff.

Singkatnya, kamu bisa memahami alur terjadinya fenomena layoff masal startup dengan rangkaian kejadian di bawah ini 

  1. Pandemi membuat peredaran uang menurun
  2. FED menurunkan suku bunga agar orang tertarik bertransaksi dan berinvestasi. FED juga membeli obligasi dari bank komersil agar bank punya simpanan cash yang sifatnya liquid lebih banyak.
  3. Setelah FED menurunkan suku bunga dan membeli obligasi, JUB (Jumlah Uang Beredar) meningkat drastis yg membuat supply < demand dan terjadilah inflasi
  4. FED meningkatkan suku bunga 0,50% untuk mengatasi inflasi ini
  5. Karena suku bunga naik, Venture Capital (VC) jadi lebih berhemat menyuntikan dana ke startup. VC lebih mencari tempat yang aman atau menguntungkan untuk berinvestasi.
  6. Disinilah startup burst terjadi, dimana tidak ada lagi VC yang mau memberi pendanaan karena valuasi riil startup ternyata negatif.
  7. Sehingga berimbaslah ke startup yang masih disokong oleh VC, seperti merampingkan operasional (PHK & Hiring Freeze), memotong budget marketing, dan lainnya.

Apakah fenomena bubble burst pernah terjadi sebelumnya? 

Tentu saja pernah, sejarah telah mencatat beberapa bubble burst terbesar diantaranya

  1. Tulip Mania (1636-1637)
  2. The South Sea Bubble (1711-1720)
  3. The Mississippi Bubble (1719-1720)
  4. Japanese "Bubble Economy" (1984-1989)
  5. Dot Com Bubble (1997-2000)
  6. US Housing Bubble (2000-2008)

Jadi, Apa Yang Bisa Kita Pelajari Dari Fenomena Ini?

Startup yang telah mendapat sejumlah pendanaan dan punya nama yang terkenal, belum tentu menjanjikan bagi karyawannya selama belum mampu menghidupi bisnisnya secara mandiri. Menurut Marcelina Adinda, Head of Academy R&D Binar Academy, bisa dikatakan bahwa perusahaan yang bertumbuh secara bootstrapping atau setidaknya pernah melalui masa bootstrapping dalam mendapatkan keuntungan, adalah perusahaan yang cukup menjanjikan. Karena hal tersebut membuktikan bahwa, tanpa sokongan investor pun, bisnis nya telah terbukti profit dan telah menemukan market fit. Jadi paling tidak perusahaan ini sudah punya visi misi yang jelas dari bisnis model yang dijalankan. Ketika mereka mendapatkan funding, dana tersebut tidak lagi digunakan untuk bakar uang atau bereksperimen, melainkan meningkatkan skala bisnis.

Agar kamu bisa mengidentifikasi perusahaan yang ideal ketika mencari pekerjaan, Marcelina Adinda yang juga pernah berpengalaman sebagai Human Capital Manager, membagikan 3 poin background checking yang wajib dilakukan karyawan ketika mencari pekerjaan supaya kita lebih kritis dalam menilai startup yang sudah well-known.

  1. Visi misi perusahaan: apakah permasalahan yang ingin diselesaikan oleh perusahaan ini selaras dengan value pribadi kita? Pertanyaan ini penting untuk direfleksikan, karena seluruh pekerjaan kita akan selalu diarahkan untuk solving permasalahan tersebut. Kalau visi misi perusahaan itu tidak selini dengan apa yang kita inginkan atau percayai, kita tidak punya believe pada produknya, bisa-bisa performa kerja kita tidak akan maksimal karena kita enggan untuk melakukan yang terbaik. Ujung-ujungnya kita bisa terdampak PHK.
  2. Bisnis model: apakah model bisnisnya menjanjikan atau ada potensi akan bisa market fit? Karena yang namanya startup, mayoritas model bisnisnya masih berubah-ubah apalagi jika masih tahap awal. Tidak apa-apa kalau model bisnisnya belum proven, pastikan bahwa manajemen nya berusaha mengarahkan pada model bisnis yang market fit.
  3. Founder & Investor: Siapa founder dan co foundernya, apakah mereka punya believe dan value yang benar-benar selini dengan visi misi perusahaannya? Lalu jika mereka punya investor, apakah investornya memiliki value yang serupa dengan visi misi perusahaan? Jika relasi dan cara pandang antara investor dan founder mengarah pada north star yang sama, maka proses diskusi dalam menentukan target, menetapkan strategi bisnis, dan seluruh dinamika kedepannya akan terhindar dari tekanan atau bentrokan kepentingan yang berbeda. Kamu bisa memastikan poin ini dengan melihat portofolio investornya, apakah investor ini pernah mendukung industri yang serupa dengan perusahaan yang ingin kamu lamar.

Bagaimana menurutmu? Apakah artikel ini membantumu menemukan penyebab awal terjadinya Startup Bubble Burst dan memberikan insight dalam mencari perusahaan yang ideal? Bagikan opinimu di media sosial dengan mencatumkan link artikel ini sebagai bahan diskusi.

Find Another article

Table of Content

Connect With Us Here

Our representative team will contact you soon
BINAR Contribution to SDG’s Impact
Promenade 20, Unit L, Jl. Bangka Raya No.20,

Kec. Mampang Prapatan,
Daerah Khusus Ibukota Jakarta 12720
021 397 11642
Promenade 20, Unit L, Jl. Bangka Raya No.20,

Kec. Mampang Prapatan,
Daerah Khusus Ibukota Jakarta 12720
021 397 11642
© 2016 - 2024, PT. Lentera Bangsa Benderang
Follow us in Social Media
Hi! 👋🏼  
Kamu bisa konsultasi kebutuhanmu di BINAR via WhatsApp ya