“Kalau AI bisa bikin gambar sebagus ini, masih perlukah kita punya desainer dan ilustrator manusia?”
Beberapa minggu terakhir, media sosial diramaikan dengan tren AI Ghiblify sebuah gaya visual yang meniru sentuhan khas Studio Ghibli, lengkap dengan gradasi warna hangat, atmosfer dreamy, dan detail yang memukau. Yang bikin tercengang: semua itu dibuat oleh AI, hanya dari prompt teks sederhana.
Mari kita akui: AI sudah membuat lompatan besar di dunia visual. Tools seperti Midjourney, DALL·E, dan Adobe Firefly memungkinkan siapa pun—bahkan tanpa skill desain—untuk menciptakan ilustrasi memukau dalam hitungan detik.
Contoh nyatanya?
- Seorang penulis novel bisa menghasilkan cover buku dengan gaya Ghibli tanpa menyewa ilustrator.
- Tim marketing bisa mengisi konten sosial media dengan desain “seolah profesional” hanya dengan prompt seperti:
"cozy living room scene, anime style, soft lighting, Studio Ghibli aesthetic"
Tapi di balik semua kemudahan itu, ada hal-hal penting yang AI belum bisa lakukan.
1. Kreativitas Bukan Sekadar Kombinasi Gaya
AI bekerja dengan menggabungkan pola dari data visual yang sudah ada. Ia “belajar” dari jutaan gambar, lalu menggabungkannya sesuai permintaan pengguna.
Namun, kreativitas manusia tidak hanya soal kombinasi gaya.
Manusia bisa menciptakan sesuatu yang belum pernah ada.
Contoh: ketika Nike merilis kampanye Just Do It, atau saat Gojek membuat visual kampanye “Gojek Super App” yang penuh elemen budaya lokal—semua itu lahir dari empati, riset, dan intuisi kreatif yang hanya dimiliki manusia.
2. Desainer adalah Storyteller, Bukan Sekadar Tukang Gambar
Sebuah ilustrasi bukan hanya soal estetika, tapi juga pesan. Desainer memikirkan:
- Siapa audiensnya?
- Apa cerita yang ingin dibangun?
- Bagaimana warna, bentuk, dan komposisi bisa menyampaikan emosi yang tepat?
Misalnya, kamu ingin menyampaikan pesan kepedulian sosial lewat ilustrasi. AI mungkin bisa menggambar anak-anak tersenyum di sekolah, tapi desainer manusia bisa menyisipkan nuansa lokal, makna simbolik, hingga penggambaran aspirasi masa depan.
3. Adaptif dan Kolaboratif: Kekuatan Manusia
Pernahkah kamu mengerjakan proyek desain yang brief-nya berubah terus? 😅
Hari ini minta gaya retro, besok berubah jadi minimalis.
Desainer manusia punya kemampuan adaptif, bisa membaca situasi, berdiskusi dengan klien, bahkan menawarkan solusi yang tidak diminta tapi lebih baik.
Sementara AI? Prompt-nya harus spesifik. Satu kata yang ambigu bisa menghasilkan output yang salah arah.
Jadi, Apa Peran AI ke Depan?
Alih-alih melihat AI sebagai ancaman, lihatlah AI sebagai co-pilot.
Bayangkan kamu desainer yang sedang bikin konsep kampanye. Kamu bisa gunakan AI untuk:
- Mencoba berbagai versi visual lebih cepat.
- Mencari inspirasi gaya yang out-of-the-box.
- Menghasilkan variasi elemen pendukung seperti background, tekstur, hingga icon.
Setelah itu, kamu tetap yang mengarahkan, menyusun narasi, dan menyempurnakan detail.
Desain akhirnya bukan hasil AI, tapi hasil kamu dengan bantuan AI.
Etika dan Hak Cipta: Masalah Baru di Era AI
Ada isu penting yang perlu kita waspadai:
AI dilatih dari karya orang lain. Banyak visual yang dipakai sebagai dataset tanpa izin pembuatnya.
Akibatnya, desainer bisa kehilangan hak atas karya orisinal mereka. Bahkan bisa jadi, AI membuat gambar “mirip banget” dengan karya kamu—tanpa kamu tahu.
Inilah kenapa ke depan, etika penggunaan AI dan kebijakan hak cipta digital akan jadi topik penting di dunia kreatif.
Desainer Tidak Tergantikan, Tapi Harus Berkembang
Di era AI, yang bertahan bukan desainer yang menolak teknologi, tapi yang memeluknya dan tetap menjaga jiwanya sebagai seniman dan storyteller.
Karena pada akhirnya:
- AI bisa menggambar, tapi belum bisa merasa.
- AI bisa meniru, tapi belum bisa mencipta dari makna.
- AI bisa membantu, tapi hanya manusialah yang bisa menghidupkan pesan di balik desain.
Jadi, kamu masih takut sama AI?
Atau justru siap jadi desainer generasi baru yang berkolaborasi, bukan berkompetisi dengan AI?
Siapkan timmu untuk masa depan
Transformasi digital bukan lagi pilihan, tapi keharusan. Ajak instansi, agensimu, atau bahkan seluruh karyawan untuk upskill keterampilan AI tingkat lanjut bersama BINAR
📩 Hubungi kami sekarang dan mulai perjalanan transformasimu bersama ahlinya.
“Kalau AI bisa bikin gambar sebagus ini, masih perlukah kita punya desainer dan ilustrator manusia?”
Beberapa minggu terakhir, media sosial diramaikan dengan tren AI Ghiblify sebuah gaya visual yang meniru sentuhan khas Studio Ghibli, lengkap dengan gradasi warna hangat, atmosfer dreamy, dan detail yang memukau. Yang bikin tercengang: semua itu dibuat oleh AI, hanya dari prompt teks sederhana.
Mari kita akui: AI sudah membuat lompatan besar di dunia visual. Tools seperti Midjourney, DALL·E, dan Adobe Firefly memungkinkan siapa pun—bahkan tanpa skill desain—untuk menciptakan ilustrasi memukau dalam hitungan detik.
Contoh nyatanya?
- Seorang penulis novel bisa menghasilkan cover buku dengan gaya Ghibli tanpa menyewa ilustrator.
- Tim marketing bisa mengisi konten sosial media dengan desain “seolah profesional” hanya dengan prompt seperti:
"cozy living room scene, anime style, soft lighting, Studio Ghibli aesthetic"
Tapi di balik semua kemudahan itu, ada hal-hal penting yang AI belum bisa lakukan.
1. Kreativitas Bukan Sekadar Kombinasi Gaya
AI bekerja dengan menggabungkan pola dari data visual yang sudah ada. Ia “belajar” dari jutaan gambar, lalu menggabungkannya sesuai permintaan pengguna.
Namun, kreativitas manusia tidak hanya soal kombinasi gaya.
Manusia bisa menciptakan sesuatu yang belum pernah ada.
Contoh: ketika Nike merilis kampanye Just Do It, atau saat Gojek membuat visual kampanye “Gojek Super App” yang penuh elemen budaya lokal—semua itu lahir dari empati, riset, dan intuisi kreatif yang hanya dimiliki manusia.
2. Desainer adalah Storyteller, Bukan Sekadar Tukang Gambar
Sebuah ilustrasi bukan hanya soal estetika, tapi juga pesan. Desainer memikirkan:
- Siapa audiensnya?
- Apa cerita yang ingin dibangun?
- Bagaimana warna, bentuk, dan komposisi bisa menyampaikan emosi yang tepat?
Misalnya, kamu ingin menyampaikan pesan kepedulian sosial lewat ilustrasi. AI mungkin bisa menggambar anak-anak tersenyum di sekolah, tapi desainer manusia bisa menyisipkan nuansa lokal, makna simbolik, hingga penggambaran aspirasi masa depan.
3. Adaptif dan Kolaboratif: Kekuatan Manusia
Pernahkah kamu mengerjakan proyek desain yang brief-nya berubah terus? 😅
Hari ini minta gaya retro, besok berubah jadi minimalis.
Desainer manusia punya kemampuan adaptif, bisa membaca situasi, berdiskusi dengan klien, bahkan menawarkan solusi yang tidak diminta tapi lebih baik.
Sementara AI? Prompt-nya harus spesifik. Satu kata yang ambigu bisa menghasilkan output yang salah arah.
Jadi, Apa Peran AI ke Depan?
Alih-alih melihat AI sebagai ancaman, lihatlah AI sebagai co-pilot.
Bayangkan kamu desainer yang sedang bikin konsep kampanye. Kamu bisa gunakan AI untuk:
- Mencoba berbagai versi visual lebih cepat.
- Mencari inspirasi gaya yang out-of-the-box.
- Menghasilkan variasi elemen pendukung seperti background, tekstur, hingga icon.
Setelah itu, kamu tetap yang mengarahkan, menyusun narasi, dan menyempurnakan detail.
Desain akhirnya bukan hasil AI, tapi hasil kamu dengan bantuan AI.
Etika dan Hak Cipta: Masalah Baru di Era AI
Ada isu penting yang perlu kita waspadai:
AI dilatih dari karya orang lain. Banyak visual yang dipakai sebagai dataset tanpa izin pembuatnya.
Akibatnya, desainer bisa kehilangan hak atas karya orisinal mereka. Bahkan bisa jadi, AI membuat gambar “mirip banget” dengan karya kamu—tanpa kamu tahu.
Inilah kenapa ke depan, etika penggunaan AI dan kebijakan hak cipta digital akan jadi topik penting di dunia kreatif.
Desainer Tidak Tergantikan, Tapi Harus Berkembang
Di era AI, yang bertahan bukan desainer yang menolak teknologi, tapi yang memeluknya dan tetap menjaga jiwanya sebagai seniman dan storyteller.
Karena pada akhirnya:
- AI bisa menggambar, tapi belum bisa merasa.
- AI bisa meniru, tapi belum bisa mencipta dari makna.
- AI bisa membantu, tapi hanya manusialah yang bisa menghidupkan pesan di balik desain.
Jadi, kamu masih takut sama AI?
Atau justru siap jadi desainer generasi baru yang berkolaborasi, bukan berkompetisi dengan AI?
Siapkan timmu untuk masa depan
Transformasi digital bukan lagi pilihan, tapi keharusan. Ajak instansi, agensimu, atau bahkan seluruh karyawan untuk upskill keterampilan AI tingkat lanjut bersama BINAR
📩 Hubungi kami sekarang dan mulai perjalanan transformasimu bersama ahlinya.